Case Story - INTIFADA (Tim INTIFADA) - Riddle Story Indonesia
News Update
Loading...

Selasa, 20 Agustus 2019

Case Story - INTIFADA (Tim INTIFADA)


"INTIFADA"
Maker : Kiki Naki " Tim INTIFADA"

"Bebaskan negri ini dari orang-orang asing....
Bebaskan kami dari belenggu ketakutan ini....
Berikan kami kedamaian...."

Keinginanku sesederhana itu. Aku ingin merasakan hidup dengan tenang dan damai. Tidak ada lagi ketakutan akan peperangan, yang ada hanyalah hidup bahagia dan damai di negri ini.

Sudah 2 tahun sejak kedatangan tentara Jepang di negriku ini, hidup kami berubah menjadi sengsara. Tiada hari tanpa peperangan, tiada hari tanpa kekerasan, tiada hari tanpa penculikkan, tiada hari tanpa penderitaan.

Namaku adalah Soeparno. Aku terlahir dari keluarga sederhana. Ayahku adalah seorang pejuang kemerdekaan dan ibuku adalah seorang petani sebelum kedatangan bangsa Jepang, sekarang ibuku hanyalah seorang ibu rumah tangga.
Daerahku ini sering dilewati oleh tentara Jepang dan tak jarang juga mereka bersinggah dan beristirahat disini.

Ayahku dan para lelaki dewasa disini sering berkumpul untuk membahas strategi demi merebut kekuasaan dari tentara Jepang. Akan tetapi, strategi mereka sering kali bisa digagalkan oleh tentara Jepang dan membuat Ayahku bersama pasukannya sempat tertangkap. Untung saja mereka bisa melarikan diri dan selamat dari maut yang mengancam.

4 Mei 1944
Aku terbangun ditengah malam karena mendengar suara teriakan para warga dan tembakan yang begitu keras. 

Rupanya tentara Jepang sedang melakukan latihan di daerah kami dan para warga yang mendengar suara tembakan itu menjadi ketakutan.
Aku memutuskan untuk pergi ke dapur mengambil minuman dan ternyata ayahku juga sedang berada di dapur.

"Ayah, mengapa kau belum tidur?' Tanyaku pada sosok lelaki yang terlihat begitu kelelahan. "Ayah belum mengantuk, nak. Kaupergi beristirahatlah dan jangan lupa untuk mengunci setiap pintu maupun jendela" jawabnya padaku.
Bergegas aku mengecek kembali keadaan jendela dan pintu dan setelah semuanya ku rasa aman, aku segera masuk ke kamar dan melanjutkan tidurku.

5 Mei 1944
Lagi-lagi aku dikejutkan dengan suara warga dan suara tembakan.
Tapi kali ini, Ayahku bersama pasukannya lah yang telah berhasil menembak mati 2 tentara Jepang dan berhasil merebut beberapa senjata milik mereka. Kali ini harus ku akui bahwa strategi Ayah dan pasukannya berhasil.
Malam pun tiba, Ayahku dikejutkan dengan kedatangan salah seorang teman nya yaitu Aidit. 

Aidit datang dengan membawa kabar buruk. "Kalian harus pergi meninggalkan daerah ini. Pergi dan bersembunyilah di hutan untuk beberapa hari ini. Aku tidak sengaja mendengar perbincangan beberapa tentara Jepang yang rupanya mereka telah mengetahui bahwa anggota mereka telah ditembak mati oleh warga sini. Mereka berniat untuk mencari dan balas dendam kepada pelakunya. Aku mohon pergi dan bersembunyilah di hutan." Ucap Aidit terburu-buru. "Kalau bukan demi keselamatan keluargaku dan warga yang lain, aku tentu tidak sudi harus bersembunyi dari pasukan biadab itu! Baiklah bung, aku akan bersembunyi di hutan untuk beberapa hari dan tentunya aku akan menyusun rencana untuk membalas mereka." Ayahku begitu murka dengan keadaan ini akan tetapi saat ini juga dia tidak berdaya dibuatnya.

Malam ini juga Ayah ku memerintahkan kami dan mengajak kami pergi bersembunyi di hutan. Dengan tidak memiliki persiapan apa-apa dan hanya membawa diri, akhirnya kami sampai di hutan. Karena sudah larut malam, kami memutuskan untuk tidur beralaskan tanah dan beratap rembulan malam.

6 Mei 1944
Ayahku bersama yang lain sibuk menyusun strategi untuk menyerang tentara Jepang lagi dan membuat mereka tidak akan berani lagi untuk memasuki daerah kami. 

Sementara itu, aku bersama anak-anak yang lain diajak Pak Moeldoko menelusuri hutan untuk mencari sesuatu yang bisa dimakan. Pak Moeldoko adalah teman seperjuangan Ayahku, beberapa hari yang lalu dia sempat bersitegang dengan Ayah perihal strategi mereka, syukurlah sekarang sudah tak lagi. Dari malam sampai siang ini kami belum makan ntah sampai kapan kami akan hidup menderita seperti ini. Rupanya Pak Moeldoko begitu paham seluk-beluk hutan ini. 1 jam berjalan menelusuri hutan, akhirnya kami menemukan mentimun. Syukurlah, setidak nya ada yang bisa kami makan untuk hari ini. Saat hendak mengambil mentimun, aku dikagetkan dengan tulang tengkorak yang tergeletak tak jauh dari tempatku berada. Aku segera memanggil Pak Moeldoko dan menanyakan kepadanya tentang tulang tengkorak itu. Belum sempat Pak Moeldoko menjawab, Soekarni teman ku segera memanggil kami, rupanya dia menemukan sehelai sobekan bendera merah putih yang sedikit tertimbun oleh dedaunan. Aku bertanya-tanya dalam pikiran ku, apakah disini sempat terjadi perang? Apakah tulang tengkorak itu adalah pejuang tanah air? Aku begitu larut dalam pikiran ku sampai-sampai kaget saat Pak Moeldoko menepuk pundak ku hendak menyuruh kami untuk segera meninggalkan kawasan itu sementara Pak Moeldoko masih akan terus menelusuri hutan itu.

Kami kembali ke tempat persembunyian kami dengan membawa mentimun hasil temuan kami tadi. Sebelum makan, Ayahku bersama yang lain bersama-sama membuat tenda alakadarnya dari ranting dan dedaunan yang ada dalam hutan. Setelah 1 jam akhirnya tenda tempat perteduhan kami pun selesai dibuat. Selanjutnya kami duduk bersama dan para ibu-ibu segera membagikan mentimun kepada kami. Baru saja hendak memakan mentimun tersebut, tiba-tiba aku merasakan hal yang sedikit mengganggu yaitu aku harus buang air kecil. Sial, kenapa harus disaat seperti ini sih? Aku menitipkan mentimun ku kepada Ayahku lalu aku bergegas pergi menjauh dan mencari tempat untuk buang air kecil agar bau pesing nya tidak tercium sampai ke tenda kami.

Setelah selesai, aku segera kembali ke tenda dan menemukan ayah beserta yang lain sedang memegangi perut mereka dan ada juga yang memutuskan untuk berbaring di tenda beralaskan dedaunan. "Ada apa Ayah?" Tanya ku penuh khawatir. "Ah tak apa Nak, hanya mules saja nanti juga hilang" Ayahku berusaha menenangkan ku karena raut wajahku yang jelas terlihat khawatir.
Aku duduk disamping Ayah dan bertanya sampai kapan kita akan bersembunyi di hutan ini dan kelaparan seperti ini?

Ayahku menjelaskan bahwa kelompok kami yang diberi nama INTIFADA akan berjuang memberikan perlawanan sampai akhir titik darah penghabisan kepada tentara Jepang. Jika itu sudah berhasil maka kami akan segera bebas dari penderitaan ini.

Ayah lantas memberikan tugas untuk ku, agar aku pergi ke perbatasan hutan untuk menemui teman nya yaitu Aidit. Aidit rupa nya membawakan informasi penting kepada Ayah dan aku dengan penuh kebanggaan memikul tugas tersebut.

"Pergilah anak ku, dan berhati-hatilah. Ayah akan menunggu mu disini" itulah kalimat terakhir yang diucapkan Ayah kepada ku. "Baiklah Ayah, kau berbaring dan beristirahatlah seperti yang lain. Aku akan menjaga diriku sebaik mungkin".
2 jam perjalanan dengan dilanda hujan yang deras, akhirnya aku bertemu dengan Aidit. Dengan terburu-buru dia mengatakan bahwa berhati-hatilah, jangan sampai ada agen ganda dalam kelompok intifada lalu dia memberikan ku selembar gulungan kertas yang diluarnya bertuliskan Intifada dan memerintahkan ku untuk segera menyerahkan nya kepada Ayah. Aku lantas segera berlari memasuki hutan dan setelah sampai di tenda kami, aku segera membangunkan Ayah yang sedang tertidur lelap. Beberapa kali aku mencoba membangunkan Ayah akan tetapi Ayah hanya terbujur kaku. Aku lantas berdiri dan memeriksa kondisi yang lain, dan ternyata keadaan mereka pun sama seperti Ayah. Aku berteriak mencari bantuan dan tiba-tiba Pak Moeldoko datang dari arah tempat kami mencari mentimun tadi. Tanpa membuang waktu, aku segera menghujani Pak Moeldoko dengan pertanyaan.
Apakah yang terjadi disini? Apakah saat aku pergi, mereka telah dihabisi oleh tentara Jepang? 

Jika benar, aku akan meneruskan perjuangan Ayah dan berintifada!!!! Sementara itu, Pak Moeldoko hanya terdiam mematung di tempatnya dengan ekspresi yang begitu aneh.


Kirim jawaban Anda di kolom komentar dan cocokan dengan FC Asli nya, Terima Kasih.


"Pak Moeldoko kenapa kau hanya diam dengan ekspresi aneh seperti itu?" Tanya ku kepada nya, dia pun masih diam membisu.

"Siapa yang melakukan ini? Apakah tentara Jepang yang melakukan nya?" Aku berteriak histeris. Tiba-tiba Pak Moeldoko berjalan mendekati ku yang tengah berada didekat tenda. Sesampainya dia didekatku, aku pun terngiang kata-kata yang diucapkan Aidit tentang agen ganda. Oh astaga, apa jangan-jangan Pak Moeldoko lah agen ganda itu? "Jangan mendekat! Aku sudah tau bahwa kau lah yang menghabisi mereka Moeldoko! Sekarang aku mengerti, kau dendam kepada Ayah ku karena tempo hari kalian berdebat dan sekarang kau mengambil kesempatan dengan menghabisi mereka! Kau lah agen ganda dalam kelompok intifada! Sungguh biadab kau Moeldoko!!!" aku begitu dikuasai amarah dan aku sangat ingin membunuh nya. Tampak nya amarah ku tidak membuat Moeldoko takut, dia malah berjalan mengelilingi sambil mengamati tenda kami. "Sudah cukup! Aku sudah muak melihat tingkah mu! Akan ku bunuh kau Moeldoko" Aku menghampiri nya dengan sebuah bambu runcing berniat untuk menusuk bambu runcing tersebut kepada nya akan tetapi dia dengan sigap menahan tangan ku dan menjatuhkan bambu tersebut. "Tenanglah nak, aku akan menjelaskan nya kepada mu sebab kematian mereka. Aku bersumpah bukan aku yang membunuh nya dan aku tidak pernah menjadi agen ganda dalam kelompok intifada." Ucap Moeldoko dengan tatapan penuh kesedihan dan penyesalan. Aku tidak terpengaruh, bagi ku itu hanyalah bagian dari rencana nya agar aku luluh kepadanya.
"Dengar nak, aku begitu mengetahui seluk beluk hutan ini, jika kau curiga kepada ku karena kau mendapatiku baru kembali dari arah tempat kita mencari mentimun tadi dan kau berpikiran bahwa aku telah meracuni mereka dengan mentimun ataupun membunuh mereka dengan cara yang lain maka kau salah besar nak. Akan aku jelaskan sebab kematian mereka kepada mu, sebelum itu tenangkan dirimu dahulu" setelah mendengar perkataan Moeldoko, aku berusaha untuk mengontrol emosi ku dan menenangkan diri ku, kemudian Moeldoko melanjutkan penjelasan nya.
"Aku sengaja menyuruh kalian pergi terlebih dahulu saat kita sedang mencari mentimun hal itu karena aku mencari tahu tulang tengkorak siapakah yang kita temukan tadi. Dan dugaan ku benar, itu adalah tulang tengkorak milik pejuang kita. Aku menemukan berbagai perlengkapan perang seperti bendera dan juga bambu runcing tak jauh berada disekitar tulang tengkorak tersebut. Maka aku berkesimpulan bahwa itu adalah pejuang kita. Aku terus menelusuri hutan itu dan ternyata didekat tempat mentimun tadi, itu adalah kawasan bekas peristirahatan tentara Jepang. Aku berniat segera kembali ke tenda akan tetapi turun hujan dan aku memilih untuk berteduh. Setelah hujan redah, aku memutuskan untuk kembali ke tenda dan ternyata bertepatan dengan kedatangan mu" 


"Setelah memakan mentimun, perut mereka menjadi mules. Apakah sebelum nya mentimun itu sudah disabotase oleh tentara jepang?" Tanyaku penasaran yang masih tak puas dengan penjelasan Moeldoko.


Moeldoko duduk disampingku dengan mata yang berlinangan air mata. Aku terkejut, bagaimana mungkin seorang pembunuh bisa menangis penuh penyesalan seperti ini?
"Mereka merasakan mules itu karena mereka memakan mentimun dalam keadaan perut kosong. Sejak semalam kita belum makan kan? Hal itu sangat wajar terjadi karena sayur mentah seperti mentimun kaya akan kandungan asam amino. Jadi mentimun itu tidak disabotase oleh Jepang" Moeldoko memberi penjelasan yang logis mengenai mentimun tersebut. Aku semakin bingung dengan keadaan ini, apa penyebab kematian mereka? Melihat ekspresiku yang kebingungan, kesal, sedih bercampur menjadi 1, Moeldoko seakan mengerti bahwa aku ingin segera mendapat jawaban dan tanpa ditanya dia segera memberi penjelasan.


"Mereka meninggal karena Daun Neraka atau Daun Kemado ini. Jika terlalu banyak sengatan mengenai kulit maka akan menyebabkan kematian. Ayah mu bersama dengan yang lain membangun tenda ini dengan menggunakan daun kemado ini karena daun ini bentuknya lebar jadi pas dan menjadi pilihan utama untuk menjadi alas dan atap tenda. Akan tetapi mereka tidak mengetahui bahaya dari daun tersebut. Saat hujan tadi, aku yakin mereka pasti masuk ke tenda untuk berteduh, sambil menunggu hujan redah mereka berbaring dan ketiduran. Jika sudah terkena daun kemado ini, korban harus menghindari air karena air akan menambah efek nya menjadi 2 kali lipat. Tapi bagaimana bisa mereka menghindari air hujan ditengah hutan seperti ini? 1-2 jam kemudian, mereka yang tertidur dan terkena daun kemado ini akan mati kaku. Itulah sebab kematian kelompok Intifada ini. Aku sangat menyesal, aku kesal kepada diriku sendiri karena harusnya dari awal aku sudah memberitahu mengenai bahaya yang ada dalam hutan ini, apa saja yang bisa disentuh atau makan tetapi aku tidak memberitahu mereka dan semuanya terlambat. Aku sangat menyesal, maafkan aku nak maafkan aku" isak tangis Moeldoko meluluhkan hatiku.


Akan tetapi masih ada hal yang mengganggu pikiran ku yaitu mengenai agen ganda. Siapakah agen ganda itu? Tiba-tiba aku terkejut melihat kedatangan Aidit. Aku segera bertanya untuk memastikan siapa agen ganda itu? Aidit lantas menjawab "Aku mengucapkan hal itu hanya untuk berjaga-jaga saja jangan sampai ada agen ganda, tetapi sampai saat ini tidak ada agen ganda dalam kelompok kita, Nak". Sejumlah pertanyaan ku sudah terjawab, sedikit merasa legah akan tetapi disatu sisi masih merasakan kesedihan yang mendalam. Dalam waktu bersamaan, aku kehilangan kedua orangtuaku. Dunia ku serasa hancur akan tetapi aku tak bisa terus terpuruk seperti ini. Aku harus meneruskan perjuangan ayah dan kelompok intifada demi merebut kekuasaan dan memerdekakan negri ini! 



Sumber :
http://m.riau24.com/.../­1550116005Sungguh-Berbahaya...

https:// www.google.com/ url?sa=i&source=web&c­d&ved=2ahUKEwiKvLOD2­oHkAhUF63MBHXq1DNAQz­PwBegQIARAC&url=http­s%3A%2F%2Fwww.idntim­es.com%2Ffood%2Fdiet %2Ffransisca-stefani­e%2Fbahaya-jangan-ko nsumsi-9-makanan-ini­-saat-perutmu-kosong-&psig=AOvVaw0KuC8fog­28aO8Ol9PCTslh&ust=1 565849484028537
-Terimakasih-.


Comments


EmoticonEmoticon

PENGUMUMAN
Setiap sabtu dan minggu, reward pulsa untuk pengirim postingan #SangPujangga terbaik
Done